Musola

Salah satu tempat favorit sejumlah santri di pondok kami dulu adalah musola. Tempatnya sangat sederhana. Berada tepat di atas kamar mandi besar. Tempat para santri mememuhi hajatnya. Sebuah ruangan di lantai 2 beralaskan dipan yg berlubang di sana sini. Di antara lubang itu sejumlah kutu bersarang dan tanpa ampun sering menggigiti kami yg tengah beraktivitas. Baik saat belajar, solat maup...un tidur. Ya, rutinitas kami memang hanya belajar, makan, tidur dan berkehidupan sosial tentunya. Sbg tempat favorit aktivitas kami di tempat itu tdk hanya solat berjamaah tetapi juga mengaji dan belajar macam2 ilmu. Dan krn terbatasnya tempat tidur, tak jarang kami memilih musola yg luas itu untuk tidur.
(Sbg catatan, ini pesantren tradisional dimana kesederhanaan menjadi ciri utama. Tidur pun kami hanya beralaskan tikar, berjejer begitu saja memenuhi ruangan terbatas yg kadang dihuni smp 10 org dlm 1 ruangan. Tergantung ukurannya. Jarang sekali kami memakai kasur sbg alas tidur. Itu jaman akhir 1980an/awal 1990an. Sekarang keadaannya mungkin sudah jauh berubah).
Meskipun di antara kami punya kamar masing2 tp musola mjd tempat istimewa. Belajar, menghapal, beribadah, berinteraksi sosial hingga tidur tadi.
Latar belakang kami yg beragam, tak pernah menimbulkan konflik yg serius, terutama krn kami semua sadar senasib. Sama2 sedang menuntut ilmu. Meskipun kami kadang2 berkonflik, musola sbg tempat favorit itu tak pernah dijadikan tempat berkasak kusuk. Apalagi utk menebar fitnah. Kami selalu nyaman berada di musola. Krn tempat itu tak pernah dijadikan ruang utk memprovokasi. Maklumlah, sbg remaja yg tengah mencari identitas selalu saja ada pergesekan antarteman. Tetapi krn ikatan persaudaraan yg kuat dan kesadaran bhw kami semua adalah para pencari dan pengembara membuat konflik atau apapun tak pernah terlihat mencolok memyeruak ke permukaan.
Kini, tiba2 aku merindukan tempat itu...tempat para pembelajar dan bukan pencaci...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tak Ada Kata Terlambat: Pengalaman tentang Kawat Gigi

Topeng Kaleng: Negosiasi Seni dan Industri

Mencintai Buku Sejak Dini