Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Maastricht: Kota Tua yang Menawan

Gambar
Mengelilingi Negeri Kincir Angin (2)  stasiun maastricht Setelah ‘kenyang’ menikmati keindahan Den Bosh dengan keunikan binnendiaze dan gereja tua St Peter, saya ditemani teman setia seperjalanan teh Tuti, melanjutkan perjalanan menuju kota Maastricht. Salah satu kota tertua di Belanda yang berjarak dari Den Bosh kira-kira 2 jam lagi. Satelah terkantuk-kantuk di kereta, sampailah kami di sebuah kota tua yang cantik ini.  Saat menginjakkan kaki di station, pertama-tama yang selalu menarik perhatian saya adalah hamparan  lautan sepeda yang berada di parkiran. Setelah itu, mata pun tertuju pada sign atau penunjuk arah menuju kota. Teh Tuti pun menunjuk ke sebuah plang yang menunjuk berbagai arah yang berbeda. "Lihat plang merah itu. Jika ada plang merah, artinya ada jalur sepeda." Saya pun melirik ke arah plang merah bertuliskan ‘Belgie’.  “Artinya, dari sini kita   bisa sampai ke Belgia dengan sepeda " jelas teh Tuti lagi. (Lihat cerita saya tenta

Binnendieze: Wisata ‘gorong-gorong’ di Den Bosch

Gambar
Menjelajahi Negeri Kincir Angin (1)  pintu masuk wisata binnendieze Pernahkah Anda membayangkan berjalan-jalan dengan perahu di dalam saluran air yang sempit dan gelap yang membentang di bawah gedung atau perumahan? Ya, mirip gorong-gorong atau saluran pembuangan air. Pasti tak pernah terpikir untuk mengunjungi tempat seperti itu. Tapi, itulah tujuan wisata populer di kota ‘s-Hertogenbosch atau lebih dikenal dengan Den Bosch. ‘s-Hertogenbosch terletak di bagian selatan Belanda yang menjadi ibukota North Brabant. Dengan perjalanan kurang lebih 1,5 jam dengan kereta dari Leiden, tempat saya menghabiskan waktu selama di Belanda, mengunjungi Den Bosch memberi pengalaman yang sungguh berbeda. Sebagai kota tua yang unik, Den Bosch memiliki sejarah panjang. Salah satunya adalah sebuah kanal yang tersembunyi di bawah kota yang dikenal dengan nama Binnendieze.   Kota tua berlahan sempit Saat perahu berkapasitas 16 orang yang saya naiki bersama sejumlah pengunjung lain mulai memas

Kisah Ramadhan (1)

Ini adalah Ramadhan kedua kami di negerinya para kanguru. Dulu, saat memulai Ramadan kami yang pertama, ada satu hal yang terus hidup dalam ingatan saya. Saat itu, sebagai minoritas Muslim, kami harus memberi pengertian kepada anak-anak akan beratnya tantangan berpuasa di negri non-Muslim jauh-jauh hari sebelum puasa tiba. “Puasa di sini lebih besar pahalanya ketimbang saat Miko puasa di Indonesia,” begitu saya mengawali motivasi pada putra semata wayang kami yang saat itu berusia 8,5 tahun. “Memangnya kenapa, bu?” tanyanya penasaran. “Karena godaannya akan lebih besar” “Seperti apa?” ia tambah penasaran. “Bayangkan saja, saat semua temanmu di kelas sedang menikmati snack time dan makan siang, kamu harus tetap duduk di kursimu, karena saat makan tidak boleh  ada yang berkeliaran di luar kelas. Lalu, kamu hanya bisa melihat mereka makan sementara perutmu keroncongan. Itu perjuangan yang sangat luar biasa, nak. Di Indonesia, saat kamu puasa tidak ada orang makan di

Jejak Victor Hugo di Vianden

Gambar
Victor Hugo statue  Siapa yang tak kenal penyair besar Perancis, Victor Hugo. Karyanya yang sangat populer “Les Miserables” d iadaptasi dalam bentuk film dalam berbagai versi. “Les Miserables” ( 1862) merupakan sebuah karya klasik yang ditulisnya selama 17 tahun.  Karya lainnya yang sangat popular adalah  Notre-Dame de Paris (1831)  atau dalam versi Inggris dikenal dengan The Hunchback of Notre-Dame .  Karya ini pun sangat terkenal dengan berbagai versi film dan mini seri. Berkat novel ini, Notre-Dame, sebuah gereja tua  di Paris menjadi sangat terkenal dan banyak didatangi turis. Sebagai penulis yang prolific, Hugo sangat produktif melahirkan berbagai macam karya. Karena pandangan politiknya yg berbeda dengan penguasa, ia pernah mengasingkan diri dari negaranya selama beberapa tahun. Selama hidupnya Hugo pernah mengunjungi beberapa negara. Selain pernah tinggal di Brussels, ia menjadikan Vianden, sebuah kota kecil di Luxembourg sebagai salah satu tempat favoritnya. 

Balada menjadi biker di negeri sepeda

Gambar
parkiran sepeda di Den Haag central station Siapa yang tak kenal Belanda, Negara yang begitu banyak menyimpan jejak sejarah masa lalu bangsa kita. Tapi bukan itu yang ingin saya ceritakan.  Melainkan sebuah pengalaman berharga menjadi seorang biker di sebuah negeri sepeda. Maklum, di negeri ini sepeda ada dimana-mana. Bahkan, di berbagai tempat umum, tempat parkir sepedalah yang paling banyak dijumpai. Hari pertama menginjakkan kaki di kota kecil Leiden, sudah terasa keindahan negeri ini. Sungai-sungai membelah setiap sudut kota. Mengalir di antara rumah-rumah, bangunan, dan jalan. Teringat saat masih berada di pesawat ketika mendekati bandara Schipol di Amsterdam. Dari jarak entah berapa ratus atau ribu kaki, saya melihat begitu banyak saluran air sehingga dari atas peswat gambarannya mirip pematang sawah, bergaris-garis putih memanjang, berjajar diantara berbagai bentuk bangunan. Rupanya, itulah mengapa kita menyebutnya negeri kincir angin. Kincir angin yang bertebaran di ma

Belajar dari Negeri Gajah Putih

Gambar
kereta ekonomi yg kinclong :) Perjalanan ke Bangkok Thailand untuk sebuah simposum Internasional tentang seni pertunjukan, menyisakan berbagai pelajaran berharga buat saya dari negri berjulukan “Gajah Putih” itu. Kunjungan saya yang singkat (4 hari) plus disibukkan oleh 3 hari full konferensi dari pagi sampai malam, diam-diam saya mengagumi negri yang tak pernah terjamah kolonialisasi itu. Kekaguman saya terutama pada kemampuan bangsa itu membangun negrinya menjadi negri modern yang diperhitungkan, khususnya di kawasan Asia Tenggara, dengan berpijak pada kekuatan nilai-nilai budayanya. Sistem kerajaan yang masih dianut membuat rakyat Thailand sangat takzim pada rajanya. Seperti cerita suami saya saat menikmati perjalanan keliling Bangkok:  “Saat kami (suami dan anak laki-laki kami berumur 9 tahun) tengah menikmati keindahan pemandangan sepanjang sungai Chao Phraya tiba-tiba seorang pemuda menunduk hormat dengan tangan posisi menyembah di dada ke arah sungai. Tentu kami bingung da