Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Mencintai Buku Sejak Dini

Oleh: Neneng Yanti Khozanatu Lahpan* Darurat baca. Itulah dua kata yang tepat untuk menggambarkan situasi rendahnya minat baca masyarakat Indonesia saat ini. Di tengah revolusi teknologi yang demikian dahsyat melanda masyarakat global, tantangan tiap orang untuk membaca buku pun semakin besar. Di Indonesia, masyarakat lebih banyak menikmati acara-acara televisi dan menghabiskan waktu mengobrol di media sosial ketimbang membaca buku. Hal itu terlihat dari tingginya rating acara-acara tertentu di televisi dan semakin meningkatnya pengguna media sosial berbagai platform di Tanah Air. Untuk sebuah aplikasi media sosial, misalnya, jumlah pengguna di Indonesia adalah kelima terbesar di dunia. Ibarat penyakit, kondisi ini sudah pada tahap kronis. Data yang dikutip sejumlah media mengenai rendahnya tingkat membaca masyarakat Indonesia demikian mengkhawatirkan. Survei yang dilakukan 2014 oleh lembaga pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan dunia, UNESCO, misalnya, menyebut rata-rata orang

Eden, Kota Kecil Seperti Surga

Gambar
(Catatan perjalanan road trip Melbourne-Sydney #1) EDEN adalah sebuah kota kecil di pinggir pantai, di perbatasan Melbourne-Sydney. Lokasinya  hilly , datarannya tinggi, jalan-jalannya pun naik turun dan berliku. Laut terlihat di bawahnya. Indah sekali. Pertemuan dua sisi pantai di Twofold Bay yang hanya dipisahkan oleh jalan Pantainya sangat popular, namanya Twofold bay. Dua pantai dengan ujungnya yang saling berdekatan, berada di dua teluk yang berbeda. Hanya dipisahkan oleh jalan. Di sisi pantai sebelah kanan jalan, sebuah dermaga tempat kapal-kapal menambatkan jangkarnya. Sedangkan, di sisi pantai yang kiri, pasir-pasir berwarna perak berbias cahaya matahari; tempat anak-anak berlarian, dan orang dewasa menghabiskan waktu untuk merasai butir-butir pasir di telapak kaki, di bawah matahari yang hangat, disertai udara yang segar. Beberapa meter di atasnya, di sebuah tempat duduk yang didesain memiliki view pantai yang keren. Di sebuah meja kayu, saya dan ke

Tak Ada Kata Terlambat: Pengalaman tentang Kawat Gigi

Gambar
Berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian Itu adalah peribahasa lama yang umum kita pakai sebagai penyemangat tentang pentingnya bersabar melalui segala kesakitan dalam berproses untuk kemudian menikmati hasilnya. Peribahasa ini berlaku juga dalam memakai kawat gigi. Ada banyak alasan orang memasang kawat gigi, baik estetika maupun kesehatan. Dan alasan saya adalah keduanya. Saat memutuskan memakai kawat gigi, usia saya sudah masuk 39 tahun. Tidak lagi muda. Setelah konsultasi, tanya sana-sini dan riset di internet, pada dasarnya tidak ada kata terlambat untuk pemasangan kawat gigi. Usia berapapun bisa. Tentu saja, semakin tua kondisi gigi semakin rumit dan perawatan pun perlu waktu lebih lama. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya saya memutuskan untuk memasang kawat gigi.  Sejak lama saya memang selalu berurusan dengan gigi. Entah berapa gigi yang sudah ditambal. Beberapa dengan perawatan saraf. Lalu, gara-gara ada gigi lama