Tak Ada Kata Terlambat: Pengalaman tentang Kawat Gigi

Berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian

Itu adalah peribahasa lama yang umum kita pakai sebagai penyemangat tentang pentingnya bersabar melalui segala kesakitan dalam berproses untuk kemudian menikmati hasilnya. Peribahasa ini berlaku juga dalam memakai kawat gigi.

Ada banyak alasan orang memasang kawat gigi, baik estetika maupun kesehatan. Dan alasan saya adalah keduanya. Saat memutuskan memakai kawat gigi, usia saya sudah masuk 39 tahun. Tidak lagi muda. Setelah konsultasi, tanya sana-sini dan riset di internet, pada dasarnya tidak ada kata terlambat untuk pemasangan kawat gigi. Usia berapapun bisa. Tentu saja, semakin tua kondisi gigi semakin rumit dan perawatan pun perlu waktu lebih lama. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya saya memutuskan untuk memasang kawat gigi. 

Sejak lama saya memang selalu berurusan dengan gigi. Entah berapa gigi yang sudah ditambal. Beberapa dengan perawatan saraf. Lalu, gara-gara ada gigi lama yg berlubang lagi saya pun kembali bolak balik ke dokter gigi. Setelah selesai satu gigi, ternyata ada gigi lain lagi yang bermasalah. Begitulah, sepertinya urusan gigi ini menjadi never ending story, kayak kisah cinta saja 😀. Sebuah urusan yang selalu mengambil banyak waktu dan tentu saja biaya. Saat bolak balik perawatan gigi itu, ingatan dan keinginan untuk pakai behel balik lagi. Setelah terus tertunda karena macam-macam kesibukan, akhirnya menjelang awal semester baru atau sekitar Januari 2017, saya mengunjungi dokter ortodentis yang direkomendasikan seorang teman di kampus. 

Kondisi gigi saya memang sangat berantakan. Overbite tampak jelas. Itu artinya posisi gigi atas terlalu maju sehingga posisi geraham atas dan bawah tidak mengatup dengan baik. Dari hasil riset sederhana saya di internet, kondisi ini di antaranya menyebabkan gigi tidak bisa mengunyah makanan dengan baik. Pantesan saya engga gemuk-gemuk #eh. Selain gigi yang karehol alias tidak rata, ada gigi taring atas yang melesak ke dalam, tumbuh tertutup di bagian dalam gusi.

Beruntung saya bertemu dengan dokter yang sangat baik hati. Seorang ibu dokter senior, pensiunan dari sebuah rumah sakit provinsi di Jabar, dan ternyata suaminya dalah kolega suami saya. Pertama datang langsung konsultasi dan dibuatkan cetak gigi. Selanjutnya, dokter membuat pengantar untuk foto panoramic. "Semoga giginya jadi bagus lagi ya," ucap dokter mengakhiri pertemuan pertama itu.

Minggu berikutnya saya kembali menemui dokter untuk melihat hasil foto ronsen dan menganalisisnya. Setelah berdiskusi mengenai kondisi gigi saya, dokter membuat pengantar untuk cabut gigi. Dua gigi atas. Behel akan dipasang untuk gigi atas dulu. Atas rekomendasi dokter, saya memilih cabut gigi di klinik yang sama. Mencabut dua gigi pun tidak dilakukan sekaligus. Satu per satu. Satu gigi di hari Senin, dan satu lagi gigi di Senin berikutnya. "Supaya tetap bisa makan," begitu kata dokter Orto saya.

Tujuan cabut gigi pada perawatan orto adalah agar ada ruang untuk menggeser gigi yang hendak dirapikan. Masalahnya, pengalaman cabut gigi bagi saya selalu tidak menyenangkan. 

Cabut Gigi yang Complicated

Cabut gigi memang tak persah menyenangkan bagi siapapun. Tapi, saya lumayan rileks pada hari pencabutan itu karena sudah kenyang mengalami macam-macam tindakan gigi. Ternyata, proses pencabutan gigi saya hari itu lumayan complicated. Rumit. Saat cabut gigi pertama, giginya patah. Ada akar yang tertinggal di dalam gusi. Dokter meyakinkan bahwa itu tidak apa-apa. Semua akan baik-baik saja. Dan akan dicek 6 bulan kemudian. “Biasanya akan turun sendiri karena penyangganya sudah tidak ada,” begitu katanya. 
Sesampainya di rumah, saya merasa ada sedikit tulang gigi yang keluar di gusi yang dicabut itu. Terasa sangat tidak nyaman.

Pada kunjungan berikutnya untuk cabut gigi kedua, dokter memeriksa gusi dari gigi yang dicabut pertama, setelah saya menyampaikan keluhan. Dokter mengira itu fragmen tulang. Tindakan yang akan diambil adalah dengan dikikir agar tidak tajam keluar. Begitu katanya. Duh, kebanyang ngilu banget sepertinya. Jadilah, dua gusi diberi anastesi. Gusi bekas gigi pertama yang sudah dicabut, dan gusi pada gigi kedua yg akan dicabut. Saat tulang yang menonjol di gusi bekas cabut gigi pertama itu hendak ditindak, dokter pun akhirnya melihat itu seperti akar gigi yang tertinggal, seperti dugaan saya sebelumnya. Dan syukurlah, ternyata benar. Akhirnya, akar gigi yang tertinggal itu berhasil diambil. 

Masalah belum selesai di situ. Masalah timbul pada gigi kedua yang hendak dicabut. Giginya adalah gigi tambalan bekas perawatan. Dokter bilang, gigi bekas perawatan biasanya lebih keras dan malah menyatu dengan tulang rahang. Benar saja. Baru saja mulai proses mencabut, tiba2 gigi patah. Duh, pasti rumit nih prosesnya. Saya pasrah. Saya melihat dokter berusaha keras menarik sisa patahan. Sangat tidak mudah. Tentu dokter tidak mudah menyerah. Saya pun sudah pernah mengalami kasus yang lebih sulit saat operasi gigi. 

Setelah proses yang cukup lama, panjang dan melelahkan, akhirnya dokter pun berhasil mengeluarkan patahan gigi di dalam gusi. Sekarang ada 2 gusi yang terluka. Sementara itu, dokter masih akan pasang separator, semacam karet kecil yg diselipkan di antara gigi geraham agar nanti  ada ruang di gigi untuk menyelipkan ring. Ring ini nanti fungsinya sebagai penyangga utama dari kawat yang akan dipasang. Sebelum memasang karet separator, dokter meminta saya istirahat karena gusi yang masih berdarah-darah. Setelah kurang lebih istirahat 15 menit, lalu dipasanglah karet kecil yang diselipkan di antara gigi geraham atas.

Pada cabut gigi yang pertama dokter tidak memberi saya obat. Jika sakit cukup minum paracetamol saja. Begitu ktnya. Kali ini karena ada 2 luka, dokter memberi resep antibiotic dan antinyeri.
Penderitaan belum usai. Selain sulit mengunyah makanan karena ada dua luka, gigi geraham juga tidak bisa untuk mengunyah karena ngilu dengan adanya karet separasi itu. Kira-kira 2 hari kemudian, sariawan bermunculan di mana2, di gusi-gusi yang terluka karena cabut gigi. Duh. Sabar.
Setelah cabut gigi kedua pada hari Senin, hari Jumat adalah jadwal pasang behel. Masalahnya, mulut saya masih penuh luka sariawan plus ngilu karena karet separasi. Inilah masa-masa tersulit yang saya alami saat hendak memasang kawat gigi.

Akhirnya.... Pasang Kawat Gigi

Saat berkunjung ke dokter orto saya pada hari Jumat atau 4 hari setelah pencabutan kedua, sesuai waktu yang telah dijadwalkan, untuk pemasangan behel. Saya pun bercerita kondisi gigi dan mulut setelah dokter menanyakan keadaan saya.
Setelah dokter memberi obat pada luka2 sariawan saya, dengan sangat hati-hati dokter pun mulai memasang behel atas. Prosesnya lumayan lama. Sekitar 1 jam (untuk 1 bagian gigi, yaitu gigi atas). Apalagi ada luka2, jadi tidak bisa dipasang alat penahan di mulut yang biasa dipakai untuk pemasangan kawat gigi. Gantinya, penahan menggunakan sejenis perban  berbentuk panjang bulat dimasukkan di sela2 bibir atas, dan seorang petugas membantu menahan bibir saya dengan alat untuk melancarkan proses pemasangan. Saat luka-luka sariawan tersentuh alat saya menjerit kecil beberapa kali.
Setelah 1 jam behel pun terpasang sambil harus menahan sakit di sana sini karena sariawan yang kesenggol alat saat pemasangan.
Saya bertanya kepada dokter, apa dalam proses penyesuaian setelah pake behel akan sakit? 
"Tidak, Karena kawatnya sgt lunak," begitu katanya. 
Saya agak heran. Karena sebelumnya saya sudah googling dan baca macam2 pengalaman orang soal pasang behel, umumnya kesakitan/ngilu seminggu pertama, tidak bisa makan dan lain-lain. Dan saya sudah menyiapkan diri untuk itu. "Sejauh ini pasien2 yg saya tanya, katanya tidak sakit. Kalaupun ada ngilu tidak akan sampai mengganggu" katanya.
Dengan perasaan yang sedikit aneh, akhirnya, tepat pada tanggal 17/2/2017 terpasanglah behel pada gigi atas saya. Sehari sesudah pemasangan tidak ada rasa sakit yang berlebihan yang saya rasakan, selain luka2 sariawan sebelumnya yang agak parah tapi sudah membaik.
Saya merasa dokter orto saya memang sangat hati2. Beliau sptnya juga mempertimbangkan faktor usia saya. :D

Pemasangan Behel Bawah

Perlu waktu agak lama untuk memasang behel di gigi bawah saya, dari pemasangan pertama. Hampir 3 bulan kemudian. Saya tidak tahu persis apa alasannya. Yang pasti, saya melihat dokter begitu hati-hati dalam mengobservasi kondisi gigi saya. Untuk gigi bawah, meski dokter bilang pasti akan ada gigi yang dicabut, karena alasan utama pencabutan gigi adalah agar ada ruang bagi gigi untuk bergeser, tetapi sampai saat ini belum ada gigi bawah yang dicabut. “Akan dilihat perkembangannya,” kata bu dokter. Hmmm…semoga tak perlu cabut gigi lagi.

Sebelum pasang gigi bawah, ternyata ditemukan geraham atas yang berlubang besar dan harus dicabut. Kondisinya sudah tidak berfungsi sehingga direkomendasikan dicabut saja. Saat berkunjung ke dokter untuk cabut gigi geraham ujung itu, ternyata dokter menemukan gigi berlubang pada gigi yang lain. Saya pun harus perawatan dulu, selain mengobati dulu gigi yang akan dicabut, sebab saat dicabut kondisi gigi tidak boleh sakit. Jadilah, pemasangan gigi bawah dan ring kedua di atas tertunda sampai urusan perawatan dan cabut gigi ini selesai. Setiap kali duduk di kursi pasien untuk cabut gigi saya selalu nervous mengingat pengalaman tabut gigi sebelumnya yang bermasalah. Apalagi konon katanya mencabut gigi geraham itu lebih sulit karena giginya lebih keras. Syukur alhamdulillah pencabutan gigi geraham kali ini cukup mudah dan cepat.

Karena terpotong urusan perawatan gigi dan libur, baru tiga minggu kemudian dilakukan pemasangan behel bawah. Pemasangannya, terasa lebih lama dan rumit. Mungkin karena kondisi gigi yang rumit. Pada kunjungan yang seharusnya pasang behel, dokter hanya berhasil memasang ring, itu pun hampir 1 jam, dan saya diminta kembali minggu berikutnya untuk melanjutkan pemasangan. Setelah pemasangan, ada gigi bawah yang terus tertabrak gigi atas saat saya mengatupkan mulut. Setiap kali bertubrukan rasanya sakit sekali. “Nanti kalau lepas (karena kegigit), jangan dibuang, nanti dipasang lagi,” demikian pesan dokter. 

Ternyata sakit karena tubrukan gigi atas dengan behel bawah di satu gigi itu hanya berlangsung 2 hari. Setelah itu semuanya baik2 saja. Hanya saja proses adaptasi betel bawah ini lebih lama dari gigi atas. Sariawan terus datang dan pergi. Beberapa kawat di geraham terus menusuk dinding dalam pipi, hingga saya harus menempelkan lilin khusus untuk menutup ujung-ujung kawat yang menusuk itu.

Tiga minggu kemudian saya kontrol sesuai jadwal. Dokter memasang satu kawat pada gigi taring atas yang menjorok ke dalam yang selama ini sulit dipasang karena jika dipasang akan tergigit gigi di bawahnya. Saat ini sudah bisa terpasang maski tetap sedikit tergigit. Treatment yang dilakukan adalah menarik gigi ini ke samping karena posisinya di belakang gigi sebelahnya. Setelah bergeser baru nanti akan ditarik ke depan. Begitu kata dokter.

Pengalaman setiap orang soal pemasangan behel itu tidaklah sama, karena setiap orang memiliki kondisi gigi yang berbeda-beda. Tentu, soal prosedur sih hampir semua sama. Tetapi, dalam proses penangan bisa sangat personal.
Jika ingin belajar bersabar, pakailah kawat gigi, karena itu butuh ekstra kesabaran dan pengorbanan :D  
Sampai di sini dulu ya... nantikan cerita berikutnya. Kisah emak2 yg pasang kawat gigi 😀 

Berikut foto gigi sebelum dan setelah pemasangan kurang lebih 3 bulan (gigi atas) dan 3 minggu (gigi bawah).




Komentar

  1. Hallo bu.. Wah sgt bagus nih sharingnya. Mau tanya bu, dimana ya ini dokternya? Spesialis ortho kah ?skrg bagaimana kabar terakhir gigi nya bu hihhi.. Oya dimana praktek Dokternya ya bu? Terima kasih byk bu.

    BalasHapus
  2. saya baru pasang behel bawah setelah seminggu sebelumnya pasang yang atas. sekarang gigi saya yang bagian kanan rasanya spt tidak bisa mengatup dengan benar karena ada 1 gigi yang saling beradu (geraham belakang taring). jadi geraham di belakangnya tidak pas. jadi takut nih...

    BalasHapus
  3. Hmm sy juga baru 3 bln pasang behel, rasanya bibir lebih tongos dan monyong. Tp ketika sdh ada 2 gigi dicabut, rasanya lbh lega, tdk sumpek lagi 😀. By the way...umur sy jg 39 😊

    BalasHapus
  4. Ka setelah pencabutan gigi menunggu berapa lama untuk melakukan proses pemasangan behel?

    BalasHapus
  5. Terima kasih u/ sharing pengalamannya yg memberi semangat. Saya jg sdng dalam tahap u/ perawatan ortodonti 😊

    BalasHapus
  6. tksh sharing nya bu saya mmg lagi mau pasang cm msh mikir2 krn hrs di cabut 4 gigi premoler pdhhl udah cabut gigi bungsu atas bawah yg kanan jd takut gigi saya gk ada yg berlubang sehat semua 😁

    BalasHapus
  7. Ka mau tanya. Gerahan kakak yg atas deket sinus banget ga ka? Sayabmau cabut tapi takut karena terlalu deket sinus.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng Kaleng: Negosiasi Seni dan Industri

Mencintai Buku Sejak Dini