Postingan

Menampilkan postingan dari 2012

Berbagi Mimpi

Saya dan Miko saling berbagi mimpi pada suatu malam. "What is your dream, mom?" tanyanya. "Hmmm...Ibu pengen menulis naskah film atau menjadi sutradara, some day. And what is your dream, darling?" tanya saya pada anak lelaki saya yang berusia 8,5 thn itu. "I wanna have elements in my body. When I push my hand like this, then fire can come from my hand... So, I can save the world from the bad guys..." Hmmm, sepertinya putraku masih terobsesi dengan Avatar...:)

Email, Facebook, Blog, dan Saya

Berhubungan dengan teknologi bukan selalu hal yang mudah bagi saya. Hampir selalu persentuhan saya dengan hal-hal baru berbau teknologi itu atas campur tangan orang lain. Seseorang, dengan kebaikan hatinya melakukannya untuk saya. Pertama, saat saya pertama kali punya email, saat saya kuliah di S2 di UGM tahun 2000, seorang teman membuatkan akun email tersebut untuk saya. Penggunaan email saat itu tidak seperti sekarang. Belum tentu setiap hari saya buka email dan hampir saya tidak pernah menunggu email dari seseorang kecuali saya yang menghubungi mereka terlebih dulu atau saya memberikan alamat email tersebut pada orang lain. Saya masih lebih sering mengunjungi kantor pos daripada warnet untuk berkirim kabar. Bahkan, saat suami saya tinggal beberapa bulan lamanya di luar negeri, kami pun tidak pernah saling berkirim kabar melalui email. Maklum untuk pergi ke warnet terdekat harus ditempuh selama 30 menit dengan angkutan umum. Aktivitas saya menggunakan email agak menaik saat sa

Kartini dan Spirit Pembebasan

Gambar
Kartini dan Spirit Pembebasan Sabtu, 21 April 2012 09:42 4 Share Neneng Yanti KH. Dok_Pribadi “Panggil aku Kartini saja--itulah namaku”, demikian penggalan kalimat dalam salah satu surat Kartini kepada sahabat penanya, Estelle Zeehandelaar, 25 Mei 1899. Kutipan itu kemudian diambil oleh Pramoedya Ananta Toer untuk judul bukunya, “Panggil Aku Kartini Saja” (Lentera Dipantara: 2007). Sebuah kalimat yang memiliki makna mendalam dengan pandangan yang luar biasa dari seorang gadis belia dalam menentang feodalisme ketika ia sendiri berada dalam belenggu yang sangat kuat di dalamnya. Fenomena perayaan Kartini setiap tanggal 21 April, menjadi fenomena yang cukup semarak di berbagai tempat di tanah air. Berbagai kegiatan menyangkut hal itu pun digelar, sejak murid taman kanak-kanak hingga masyarakat umum. Mengenalkan sosok Kartini sejak kanak-kanak tentu sangat baik untuk mengenalkan kepada mereka tokoh-tokoh yang memberi inspirasi bagi kemajuan perempuan di Indonesia.

PENYELESAIAN KULTURAL ATAS DINAMIKA SOSIAL (RESENSI BUKU)

Judul                : Women Womeni Lupus Penulis              : Faruk Penerbit            : Indonesia Tera Cetakan            : I, Agustus 2000 Tebal                : xx + 225 halaman             Adakah solusi yang pasti untuk mengatasi dinamika sosial dalam kehidupan kita? Yang pasti-pasti itu tak pernah ada dalam kamus sosial. Realitas sosial tidaklah seperti tubuh yang dengan segera bisa didiagnosa. Karena itu, pandangan atas berbagai fenomena sosial pun tidak bisa hanya satu aspek dan satu arah. Selalu terbuka kemungkinan untuk melihatnya dari aspek dan arah lain yang juga menghasilkan solusi penyelesaian yang berbeda. Suatu konsep generalisasi, karenanya harus dihindari. Demikian yang hendak ditegaskan Faruk melalui buku Women Womeni Lupus ini.             Ada tiga persoalan yang diungkapnya,   di bawah tema besar aspek kebudayaan dalam dinamika sosial. Dengan gaya yang lugas dan cenderung sinis, Faruk berusaha membongkar pandangan atas berbagai persoalan sosial

Indo(nesia) dalam Roman ”Sunda Perlawanan” (2-Habis)

Oleh NENENG YANTI K.H. KOMPLEKSITAS kondisi pascakolonial dalam SR, diperlihatkan dalam bentuk kompleksnya relasi antara penjajah dan terjajah, serta masalah hibriditas pada figur resistensi. Relasi Barat dan Timur, Belanda dan pribumi, penjajah dan terjajah yang terbangun dalam roman ini tidak bersifat linier dan tidak memperlihatkan oposisi yang tetap. Faktanya menunjukkan adanya relasi yang kompleks dan plural. Memiliki banyak sudut pandang dan tedapat berbagai interaksi yang tidak sederhana. Dalam roman ini, hubungan Barat dan Timur tidak semata-mata berupa dominasi seperti direpresentasikan oleh Steenhart terhadap Patimah. Akan tetapi, terjadi juga relasi setara dan akrab, seperti direpresentasikan Van der Goud dengan Titi. Di samping itu, oposisi antara figur resistensi dan objek yang dilawannya, tidak menunjukkan oposisi yang langsung antara pribumi dengan penjajah. Di sini, oposisi itu direpresentasikan melalui tokoh Siti Rayati (Indo/pribumi) dengan bupati (menak/pri

Indo(nesia) dalam Roman Sunda Perlawanan (1)

PR, Kamis, 19 September 2002 Oleh NENENG YANTI KH  REAKSI keras orang Sunda atas penggalian liar situs Batutulis menyiratkan suatu perlawanan tegas 'daerah' kepada 'pusat'. Rupanya tradisi perlawanan itu tumbuh seiring dengan perkembangan jaman dan peristiwa yang melatarinya. Dalam sastra Sunda, semangat kritis terahadap pusat itu, antara lain ditampilkan oleh Moh. Sanoesi (1889--1967), seorang nasionalis dan digulis, dalam romannya Siti Rayati (SR). Roman ini diterbitkan antara tahun 1923-1927 oleh Dachlan-Bektie, sebuah penerbit swasta yang mengedarkan buku-buku radikal. Sanoesi adalah aktivis politik. Ia seorang nasionalis yang bekerja sebagai jurnalis. Ia menulis di sejumlah surat kabar dan majalah di Bandung. Menjadi editor untuk koran Sora Merdika yang diterbitkan dalam bahasa Sunda dan Melayu, dan koran Matahari . Koran terakhir ini, oleh Yong Mun Cheong (1973), digambarkan sebagai surat kabar kaum ekstrimis yang menyerang para bupati dan penguasa Be